Garis62 – Batu Bara – Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (DBH PDRD) di Kabupaten Batu Bara mencuat ke publik.
Ismail, S.H., seorang praktisi hukum sekaligus Ketua Gerakan Masyarakat Batu Bara Bersih (GMBB), menyebut bahwa potensi kerugian yang ditimbulkan dari praktik ini bisa mencapai Rp30 miliar.
Dalam pernyataan yang disampaikannya kepada sejumlah media pada Senin malam (28/07/2025) melalui pesan aplikasi, Ismail mengungkapkan bahwa Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Batu Bara diduga telah menyusun dan menetapkan kebijakan anggaran DBH PDRD secara tidak sesuai aturan selama enam tahun terakhir.
“TAPD yang diketuai oleh Sekretaris Daerah terindikasi kuat telah melanggar regulasi dalam penetapan besaran DBH PDRD untuk desa-desa di Batu Bara. Ini bukan kelalaian biasa, tapi perbuatan melawan hukum,” ujarnya.
Menurut Ismail, tindakan tersebut masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia menilai pola pengabaian terhadap aturan ini sudah berlangsung sistematis dan masif.
Sebagai bentuk tindak lanjut, GMBB berencana untuk segera melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) di Medan. Laporan tersebut akan disertai dengan bukti dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh sejumlah pejabat strategis di lingkungan TAPD.
Dalam pernyataannya, Ismail juga mendesak Bupati Batu Bara untuk segera mengambil langkah tegas dengan mengevaluasi dan mencopot para pejabat yang diduga terlibat.
Di antara nama-nama yang disebut adalah Sekretaris Daerah, Asisten Administrasi Umum, Kepala Keuangan dan Aset Daerah, Kepala Bapenda, Kepala dan Sekretaris Bappedalitbangda, Inspektur, hingga seluruh Irban di Inspektorat Kabupaten Batu Bara.
“Kalau kepala daerah diam saja, maka publik berhak curiga. Penegakan hukum dan transparansi keuangan daerah adalah syarat utama menuju pemerintahan yang bersih,” tegas Ismail.
Tak hanya itu, GMBB juga menuntut Pemerintah Kabupaten Batu Bara untuk mengakui secara terbuka adanya kekurangan anggaran DBH PDRD kepada seluruh desa. Ismail menilai, pengakuan tersebut adalah langkah penting untuk menghindari konflik antara pemerintah daerah dan pemerintah desa, sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum.
Menutup pernyataannya, Ismail menekankan pentingnya integritas dalam tata kelola keuangan publik. Ia mengingatkan agar slogan “sejahtera” yang kerap dijadikan jargon kampanye kepala daerah tidak terus-menerus menjadi pepesan kosong.
“Sudah saatnya kita serius mewujudkan kesejahteraan masyarakat, bukan sekadar memoles kata ‘sejahtera’ demi meraih kekuasaan dalam Pilkada,” pungkasnya.
SC: Katakabar