Garis62-Batu Bara, Angin perubahan yang diharapkan datang bersama pemerintahan baru di Kabupaten Batu Bara justru membawa kabar yang mengejutkan.
Belum genap seratus hari masa kerja Bupati Baharuddin Siagian, dua kepala dinas memilih angkat kaki secara sukarela.
Terbaru, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Rijali, S.Pd., MM, menyatakan mundur dengan alasan pribadi. Namun bagi aktivis Garuda Wicak Sakti, Fauzi, pengunduran diri ini bukan sekadar urusan domestik.
“Ketika pejabat berpengalaman sekaliber Rijali memilih mundur diawal pemerintahan, itu bukan lagi soal individu. Itu sinyal bahwa ada yang keliru dalam cara kepemimpinan dibangun,” ujar Fauzi, Kamis (24/4/2025).
Menurutnya, pengunduran diri dua pejabat eselon tinggi dalam tempo kurang dari seratus hari kerja bukan peristiwa biasa. “Sejak berdirinya Batu Bara, belum pernah kita saksikan angka seperti ini.
Ini bukan statistik kosong, ini catatan sejarah yang seharusnya membuat kita semua menunduk sejenak untuk bertanya, ada apa di dalam,”kata Fauzi.
Rijali sendiri bukan sosok biasa. Ia adalah pejabat karier yang telah menyeberangi berbagai periode kepemimpinan, dimasa Pj. Bupati Heri Wahyudi Marpaung, ia dikenal sebagai motor penyelamat fiskal daerah yang kala itu nyaris terjerembab dalam defisit anggaran.
Ia juga memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebuah capaian yang tidak diraih dengan mudah.
“Justru pejabat dengan rekam jejak seperti ini yang memilih hengkang, bukankah seharusnya mereka bertahan dan punya ruang bernapas dalam memikirkan kemajauan Batu Bara kedepan.
Fauzi pun membandingkan situasi ini dengan pendekatan yang lebih progresif di kabupaten tetangga. “Di Deli Serdang, misalnya, kita lihat keberanian kepala daerahnya dalam mengevaluasi.
Bukan pejabat yang mengundurkan diri, tapi Bupatinya yang mencopot kepala dinas yang dinilai tidak maksimal. Ada ketegasan, tapi juga ada arah. Itu yang disebut kepemimpinan,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa alasan personal, seperti ingin fokus merawat orang tua, patut dihormati. Namun menurutnya, itu tak serta-merta menutupi kenyataan bahwa di sistem birokrasi Pemkab Batu Bara ada yang perlu diperbaiki.
“Apakah benar tak ada solusi selain mundur,” Apakah tak tersedia sedikit saja kelonggaran bagi seorang pejabat yang telah mengabdi begitu lama, ini pertanyaan yang harus dijawab oleh hati nurani kita,” tegas Fauzi.
Ditengah retorika pembangunan untuk lima tahun ke depan, situasi ini menjadi cermin yang tak bisa lagi dihindari.
Sebab pembangunan tak cukup hanya dengan program dan janji. Ia butuh fondasi kepercayaan, kenyamanan, dan kolaborasi yang nyata dan pembangunan tidak akan menghasilkan harmoni, jika sang dirigen tak mampu menjaga irama dan jiwa dari para pemainnya,” tutup Fauzi.